Mengenal Tuhan Media (bagian 4/selesai)

Logo Facebook. (Sumber: Cloudfront.net)


Media sosial

Media jenis ini bukanlah media dalam pengertian seperti tiga jenis media yang diulas pada kesempatan sebelumnya. Media yang disebut juga dengan istilah social media atau new media ini bukan bagian dari industri media yang menjalankan prinsip-prinsip atau etika penyiaran/jurnalistik. Ia pun bukan jenis media yang memerlukan izin pemerintah atau otoritas terkait untuk menjalankannya. Jika pada tiga jenis media yang diulas sebelumnya harus memenuhi syarat berbadan hukum, media sosial tidak.

Media sosial adalah media yang digunakan oleh masyarakat secara umum untuk saling berinteraksi, berbagi informasi, berbagi video/foto, dan sebagainya, seperti Facebook, Twitter, blog, Youtube, Flickr, Foursquare, Linkedin, dan lain-lain. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".[1]

Melalui media sosial, setiap orang bisa menjalankan peran-peran sebagaimana yang dilakukan pada media televisi, media cetak dan media daring (untuk menyederhanakan, ketiganya akan disebut media mainstream/arus utama). Dengan media sosial, setiap orang bisa membuat, menyunting sekaligus mempublikasikan sendiri konten berita/artikel/foto/video. Promosi, atau bahkan memasang iklan di media arus utama pun bisa dilakukan sendiri.

Media sosial lebih fleksibel, lebih luas cakupannya, lebih efektif-efisien, lebih cepat, lebih interaktif, dan lebih variatif ketimbang media arus utama. Meski begitu, media sosial mengandung kelemahan, yakni akurasi atau kebenaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tidak seperti pada media arus utama, yang kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan oleh jurnalis.

Tetapi, bukan soal itu yang menjadi fokus dalam artikel ini. Seri terakhir Mengenal Tuhan Media ini lebih pada upaya menjelaskan hubungan antara media sosial dengan media arus utama, yakni media televisi, media cetak dan media daring. Tentu tetap dalam konteks rating, oplah/tiras, dan pageviews. Namun, media sosial yang dimaksud dibatasi hanya pada Facebook, Twitter dan sedikit Youtube, karena ketiganya yang paling erat kaitannya dengan media arus utama.

Sekarang, rasa-rasanya tidak ada satu pun media televisi di alam semesta ini yang tidak memiliki akun Facebook atau Twitter --kalau yang tidak punya akun Youtube barangkali masih banyak. Begitu juga dengan media cetak, dan (apalagi) media daring. Soal penggunaan atau pemanfaatannya maksimal, biasa-biasa saja, atau sebatas ada, itu lain perkara.

Tetapi, pokoknya adalah, Facebook, Twitter dan Youtube itu kini telah menjadi sarana alternatif untuk promosi/pemasaran bagi media arus utama. Karenanya, kini mulai menggejala, media-media arus utama berlomba-lomba meningkatkan jumlah fans di halaman (page) Facebook-nya, jumlah followers di Twitter-nya, dan (kalau ada) jumlah pengunjung di Youtube.

Bagi media televisi, jumlah fans di halaman Facebook, jumlah followers di Twitter, dan jumlah pengunjung di Youtube, tentu akan meningkatkan peluang program-program tayangannya ditonton, yang kemudian bakal meningkatkan rating. Media televisi bisa menginformasikan atau sekadar mengingatkan, misal, jadwal pertandingan sepakbola El Clasico kepada khalayak. Bagi media televisi yang memiliki web, ia pun bisa mengunggah, misal, video rekaman highlight pertandingan El Clasico itu, dan kemudian diinformasikan kepada para fans dan followers.

Bagi media cetak, jumlah fans di halaman Facebook, jumlah followers di Twitter, tentu akan meningkatkan peluang koran/majalah/tabloidnya laku dibeli, yang kemudian bakal meningkatkan oplah/tiras. Media cetak juga dapat menginformasikan lebih awal, misal, headline (laporan utama) apa yang akan mengisi halaman depan koran/majalah/tabloidnya pada edisi mendatang. Media cetak yang memiliki versi web atau komputer tablet pun bisa memanfaatkan Facebook atau Twitter.

Mudah dijawab apa manfaat Facebook atau Twitter bagi media daring. Jelas, untuk meningkatkan jumlah pageviews. Semakin banyak jumlah fans Facebook atau followers Twitter pastilah akan meningkatkan pula peluang halaman-halaman pada media daring di-klik dan dibaca. Jika media A memiliki 100 ribu followers di Twitter, asumsi sederhananya adalah 100 ribu pageviews. Itu belum pageviews yang dihasilkan dari fans di Facebook.

Logo Twitter. (Sumber: Uniqpost.com)


Semua, fans (page) Facebook, followers Twitter, dan/atau pengunjung akun Youtube, juga merupakan barang jualan kepada para pengiklan. Belakangan, makin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya media sosial sebagai sarana promosi/pemasaran. Caranya, bisa menggunakan media sosial yang dikelola media arus utama, bisa juga memanfaatkan media sosial yang dikelola sendiri.

Oktober 2011 lalu, dalam Pivot Conference tahunan, sebuah survei menemukan, 37,1 persen pemasar mengatakan perusahaannya tidak bereksperimen lagi dengan pemasaran media sosial pada tahun 2012. Banyak faktor yang membuat mereka menyadari betapa penting untuk lebih memanfaatkan pemasaran lewat media sosial. Sekitar 68,5 persen di antaranya mengatakan karena peningkatan pemahaman tentang manfaat dari media sosial. Selain itu, 60,9 persen mengatakan telah memiliki strategi media sosial yang jelas, 54,3 persen menunjuk hasil jelas, dan 51,1 persen menyebutkan karena metrik yang digunakan benar-benar bermanfaat.[2]

Fenomena termutakhir dalam dunia media sosial dan pemasaran adalah keberadaan buzzer, meski sejauh ini terbatas pada Twitter. Twitter menghadirkan cara baru (tapi lama) dalam beriklan, yaitu dengan memanfaatkan akun-akun yang populer atau akun-akun milik orang terkenal. Mereka yang terpilih menjadi duta komunikasi para pemasar (brand) di linimasa (timeline) Twitter itulah yang lazim disebut buzzer.

Buzzer, dalam arti yang umum dijelaskan sebagai alat atau suatu benda yang menghasilkan suara yang bising sehingga mengganggu perhatian. Tetapi buzzer di dunia Twitter, tidak persis seperti penjelasan tersebut. Buzzer di sini adalah akun yang memiliki pengaruh besar, followers-nya fanatik, tweet mereka sering di-retweet, mampu berinteraksi dengan followers-nya, dan yang pasti jumlah followers-nya banyak. Lumrah jika muncul anggapan, selebritas yang sudah terkenal di media tradisional akan lebih cepat dan mudah menjadi buzzer di Twitter.[3]

Tetapi, perkara fans (page) di Facebook atau followers di Twitter itu bukan tanpa cela. Belum lama ini dilaporkan bahwa Facebook berencana menghapus status "Like" atau "Suka" palsu yang diduga dibuat oleh akun berbahaya atau program otomatis.[4] Status "Like" atau "Suka" di Facebook yang berbentuk tombol bergambar kepalan tangan dengan acungan jempol itu digunakan untuk memberi tanggapan positif atas hal-hal seperti posting, foto atau video, juga digunakan pengguna untuk membuat koneksi dengan sebuah Halaman (Page) yang disukai.

Pada Twitter juga ada hal serupa, yakni fenomena followers palsu. Fenomena tersebut terungkap oleh sebuah penelitian yang mengamati akun Twitter Lady Gaga. Penelitian tersebut berpendapat, sesungguhnya followers akun Gaga tidak sebanyak itu. Dalam artian, ada akun-akun tidak aktif, atau bahkan kemungkinan jumlah itu besar karena menggunakan jasa bot, sejenis program yang menjual akun dalam jumlah besar sebagai followers.[5]

Sejauh ini, media arus utama yang juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Twitter belum cemas atas keberadaan "Like" atau followers palsu tersebut. Begitu juga dengan pengiklan. Barangkali mereka masih meyakini bahwa jumlah "Like" atau followers yang asli masih jauh lebih banyak daripada yang palsu, sehingga masih dianggap efektif sebagai barang jualan atau pun sarana pemasaran.

Tapi, apa pun yang terjadi, media arus utama atau media sosial, tetap menjadikan rating, oplah/tiras, pageviews, fans di Facebook dan followers di Twitter, sebagai tuhan mereka. Pada hal-hal itulah hidup-mati mereka bergantung. Dunia media, termasuk media sosial, terus bergerak secara dinamis. Bukan mustahil muncul tuhan-tuhan baru, dan serial terakhir artikel ini kelak direvisi hingga menjadi "bagian 5", "bagian 6", dan seterusnya.

Baca juga:
Mengenal Tuhan Media (bagian 1)
Mengenal Tuhan Media (bagian 2)
Mengenal Tuhan Media (bagian 3)

1 Response to "Mengenal Tuhan Media (bagian 4/selesai)"

boom fortuner mengatakan...

Facebook dan twitter memang menjadi penguasa sosial media terbesar di dunia.

Posting Komentar