Pemerintah Perlu Mensubsidi Kedelai untuk Atasi Kelangkaan

Pemerintah perlu memberikan subsidi pada kacang kedelai untuk menekan tingginya harga bahan baku tempe dan tahu itu yang terjadi belakangan ini. Langkah yang bersifat solusi jangka pendek tersebut perlu diambil untuk melindungi para perajin tahu dan tempe di masyarakat.

Pendapat tersebut diungkapkan Pakar Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Mohammad Maksum, kepada NU Online melalui sambungan telepon, di DI Yogyakarta, Senin (14/1) malam.


Maksum mengungkapkan, langkah strategis tersebut bukan hal yang tidak mungkin dilakukan pemerintah. Pasalnya, tingginya harga menyusul kelangkaan kedelai di pasaran itu dapat membuat para perajin tahu dan tempe terancam gulung tikar.

“Sangat mungkin pemerintah memberikan subsidi untuk memurahkan harga kedelai. Kalau tidak, pedagang tempe atau pengusaha tempe di daerah pasti megap-megap (tidak mampu),” terang Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU DI Yogyakarta itu.

Ia menjelaskan, terjadinya kelangkaan kedelai itu akibat ketergantungan pemerintah terhadap produk impor. Menurutnya, selama ini, pemerintah terlalu terbuai dengan murahnya harga kedelai impor sehingga mengabaikan produksi dalam negeri.

“Pemerintah tidak mau mengembangkan produksi kedelai dalam negeri secara serius. Padahal, ada puluhan varietas (kedelai dalam negeri) yang kualitasnya tidak kalah dibanding kedelai impor,” jelasnya.

Bila pemerintah dapat mengembangkan dan menggenjot produksi kedelai dalam negeri, maka, ketergantungan terhadap kedelai impor itu tak akan terjadi lagi. Para petani dalam negeri pun akan merasa diuntungkan karena kedelai juga merupakan sumber penghasilan masyarakat basis.

Berbeda halnya jika kebijakan impor itu masih terus diberlakukan, sementara tidak ada upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri, maka, ketergantungan pun masih terus berlanjut. Pihak yang menuai untung justru para eksportir di luar negeri serta importir dalam negeri.

Perajin tahu di Kabupaten Bantul mengeluhkan, tingginya harga kedelai. Saat ini, perajin tahu di Bantul sudah ada yang menghentikan usahanya, karena tidak mampu lagi membeli kedelai. Ratusan perajin tahu, juga mulai mengurangi produksinya.

"Harga kedelai, saat ini, naik hampir sampai dua kali lipat dari yang biasanya Rp4.000 per kilogram, kini menjadi Rp7.200 per kilogram. Kami jadi harus menambah modal untuk membeli bahan baku tahu," ujar Ngadiran (50 tahun), salah satu perajin tahu di Gunungsaren Kidul, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan.

Menurut Ngadiran dengan tingginya harga kedelai itu, mereka terpaksa mengurangi produksi cukup banyak. Jika biasanya mereka bisa menjual sekitar 45-60 kg tahu ke pasaran setiap harinya, maka kini hanya 30 kg tahu saja. Harga jualnya juga mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.

"Saat ini saya menjual tahu per kilo gramnya mencapai Rp5.000 per kg dari harga sebelumnya yang hanya Rp3.500 per kg. Karena bahan bakunya berkurang maka produksi tahu kami pun ikut berkurang," jelasnya.

Hal senada diungkapkan perajin lainnya, Muhadi Prayitno (60). Muhadi mengatakan, agar tetap bisa menjual tahu dirinya harus mengurangi produksi. Kalau biasanya dia bisa memproduksi sekitar 55 kg per hari, maka saat ini berkurang jadi 30 kg per hari.