Ancang-ancang Muse ke Luar Angkasa

Ilustrasi Muse ke luar angkasa yang diolah dari gambar pada video klip Sing for Absolution. (Sumber: Deviantart.net)


Steve Jobs, pada suatu rapat, mengajak para karyawannya mengobrolkan Mini Coopers. “Keren, karena mereka kecil,” kata Jobs. Sang pendiri sekaligus mantan Chief Executive Officer Apple itu galau karena hampir semua produsen komputer hanya sibuk berkutat pada teknologi prosesor berkecepatan tinggi. Ia kemudian berujar, "Apple harus benar-benar dibuat dari bahan yang bagus", karena kebanyakan komputer pada saat itu berbahan plastik.

Jobs bereksperimen dengan aluminium yang dipadukan dengan imajinasi desain minimalis. Wujudnya adalah mahakarya cantik nan memesona: Macbook Air. Ada cita rasa seni padanya. Karenanya, orang lebih suka menyebut ciptaan Jobs sebagai karya, bukan produk. Tidak hanya pada Macbook Air, tapi juga iMac, iPod, iPhone, iPad, dan lain-lain. Reaksi orang lebih cenderung emosional saat melihat iPhone. “Cantik!" "Charm!" "Wow!”

Muse barangkali juga begitu. Matthew Bellamy, Christopher Wolstenholme dan Dominic Howard bereksperimen dengan aneka jenis musik dan berimajinasi tentang manusia dan alam semesta di album keenam mereka, yang bertajuk The 2nd Law.

Trio asal Devon, Inggris, itu bereksperimen berani dengan memasukkan unsur-unsur dubtsep, brass, orkestra, dan lain-lain. Meski berbahan dasar rock, lagu-lagu Muse di album yang dirilis 1 Oktober 2012 itu terdengar lebih dari sekadar rock: rock yang mewah nan elegan.

Mereka tak mengumbar banyak distorsi gitar yang meraung-raung dan keberisikan -sebagaimana musik rock pada umumnya- tetapi malah mengeksplorasi jenis-jenis musik lain. Aroma dubstep (genre yang dipopulerkan Skrillex) menyeruak pada lagu Madness, Follow Me dan The 2nd Law: Unsustainable. Mendengarkannya, terutama pada The 2nd Law: Unsustainable, berasa di dalam semesta robot. Irama brass section menguasai refrain Panic Station dan intro pada Supremacy. Nuansa orkestra seketika terdengar begitu jelas pada The 2nd Law: Unsustainable, The 2nd Law: Isolated System, dan terutama Survival.

The 2nd Law merupakan hasil evolusi termutakhir musik Muse, yang sejak pertama kemunculannya tampak tak pernah kuatir untuk bereksperimen dengan ragam jenis musik, instrumen dan sound yang belum pernah mereka jelajahi. Bellamy dan kawan-kawan seolah memainkan musik di dalam mesin waktu: kembali ke masa lalu dengan menyerap atmosfer musik Queen, Michael Jackson, Bee Gees, hingga U2, bahkan era Renaissans, lalu secepat kilat melompat ke masa kini untuk bermain-main dengan sound dubstep dan dance.

Tetapi, sesungguhnya bukan cuma itu yang membikin 13 lagu di album itu terdengar mewah. The 2nd Law merupakan refleksi diri kehidupan mereka dan kehidupan umat manusia. Simak dua lagu karya Christopher Wolstenholme, sang pembetot bass: Save Me dan Liquid State, yang berkisah tentang pertempurannya melawan ketergantungan terhadap alkohol. Madness, lagu andalan mereka, yang secara harfiah berarti kegilaan. Namun, menurut Dominic Howard, lagu itu bermakna “Perjuangan Positif”.

Lagu Survival, yang dipilih sebagai lagu tema Olimpiade 2012, tak hanya terdengar megah, tapi juga laksana unjuk ketangguhan dengan sedikit semangat perlawanan. Simak sebait liriknya yang ini: “I’ll keep up the pace And I will reveal my strength to the whole human race…”

Refleksi Bellamy dan kawan-kawan tentang ekonomi kapitalisme global termaktub di dalam Animals, yang memasukkan suasana keriuhan perdagangan saham di bursa efek sebagai suara latar pada bagian akhir lagu. Ada pula Big Freeze yang bertutur tentang ketakutan pada zaman es kembali menimpa Bumi, tempat manusia tinggal. Di dalam Explorers, Bellamy menyeru sebaiknya manusia meninggalkan Bumi dan mencari kehidupan di luar tata surya.

Sampul album The 2nd Law. (Sumber: Fanpop.com)


Serpihan-serpihan refleksi tersebut, dirajut oleh Bellamy lewat tajuk albumnya: The 2nd Law atau The Second Law. Ia merujuk pada second law of thermodynamics atau hukum kedua termodinamika, salah satu hukum terpenting dalam fisika dan berbagai cabang ilmu lainnya yang berhubungan dengan termodinamika.

Ia yang dapat disimak pada lirik The 2nd Law: Unsustainable. "All natural and technological processes proceed in such a way that the availability of the remaining energy decreases. In all energy exchanges, if no energy enters or leaves an isolated system, the entropy of that system increases. Energy continuously flows from being concentrated, to becoming dispersed, spread out, wasted, and useless. New energy cannot be created and high-grade energy is being destroyed. An economy based on endless growth is… Unsustainable!”

Muse bermaksud mengaitkan hukum kedua termodinamika dengan situasi dunia sekarang, yakni dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme dan konservasi energi. Kapitalisme menuntut pertumbuhan konstan di dalam semua aspek, sedangkan alam tidak selamanya mampu menopang keberlangsungannya. “An economy based on endless growth is unsustainable.” Sebuah sistem ekonomi yang berbasis ide pertumbuhan tanpa akhir itu tak bisa dipertahankan.

Sistem yang meningkat secara terus-menerus akan menyebabkan kekacauan atau ketidakteraturan. Sederhananya begini: energi yang terkandung di Bumi ini terbatas, dan jika Anda berusaha terus-menerus mengeksploitasinya demi uang; demi pertumbuhan ekonomi, yang ditargetkan terus meningkat sampai batas waktu yang tidak ditentukan, maka energi itu akan habis. Ekonomi bisa terus ditumbuhkan, tapi alam tidak. Batu bara akan habis. Minyak bumi, uranium, emas, besi akan habis.

Sebuah negara bisa saja menargetkan naiknya jumlah produksi batu bara, dari (misal) 330 juta ton per tahun menjadi 630 juta ton per tahun. Jumlah produksi naik. Namun, jumlah batu bara kebalikannya: makin berkurang. Cepat atau lambat, ia akan habis. Saat itu terjadi, seluruh sistem ekonomi yang mendasarkan pada pertumbuhan tanpa batas akan mengalami kolaps total.

Muse ingin mengingatkan situasi terakhir itu: keadaan umat manusia kehabisan energi dan ekonomi dunia lumpuh. Tapi mereka sekadar mengingatkan. Sebagaimana dicatat sebagian kritikus musik, album tersebut bukan album (sepenuhnya) sosial-ekonomi-politis. Titel The 2nd Law maupun tembang The 2nd Law: Unsustainable bukanlah ceramah seputar itu. Frasa The 2nd Law pun bahkan cuma bagian dari tembang The 2nd Law: Unsustainable, bukan semacam ringkasan dari keseluruhan album.

Perihal musikalitas album tersebut pun dicemooh karena pemakaian elemen dubstep (meski yang utuh cuma ada di nomor The 2nd Law: Unsustainable) dan oplosan genre-genre lain yang, barangkali bagi sebagian orang terdengar gado-gado dan maksa.

Sayangnya, begitulah fakta tentang Muse. Mereka lebih memilih abai pada cemoohan, karena sedari awal yang mereka lakukan adalah eksperimen. Muse adalah seperti dituturkan Bellamy dalam sebuah wawancara kala ditanya perbedaaan mendasar musik rock Inggris dengan musik rock Amerika: “Kalau musik Amerika cenderung straight rock, sementara di negara kami musik rock lebih banyak bersifat eksperimental." Gagal atau berhasil sebuah eksperimen adalah risiko. Dicela atau dipuja ialah konsekuensinya.

Tetapi, mungkin saja Bellamy, Christopher dan Dominic memang benar-benar peduli amat dengan reaksi orang terhadap The 2nd Law, dan justru lebih hirau pada sesuatu yang "unsustainable". Karenanya, manusia perlu segera memikirkan alternatif tempat tinggal selain di Bumi, sebagaimana mereka serukan di lagu Explorers.

Perkara yang terakhir itu bukan main-main. Bellamy cs jauh-jauh hari, lama sebelum menggarap album The 2nd Law, telah memasang ancang-ancang untuk ke luar angkasa. "Kami ingin jadi band pertama yang bermain di sana (luar angkasa)," ujar Bellamy, dikutip dari Splash News, Mei 2011.

Entah, dengan cara apa dan kapan mereka akan ke sana. Tapi sepertinya mereka sudah menetapkan planet tujuan: Mars. Di album mereka yang bertajuk Black Holes and Revelations (2006), ada lagu Knights of Cydonia. Lagu itu bercerita tentang ksatria dari Cydonia -sebuah daerah yang terletak di belahan utara planet Mars- yang bertarung di tata surya yang pada akhirnya menghancurkan salah satu planet.

Baca juga:

Musik Rock Amerika Bercita-rasa Bali 
Mengenal Tuhan Media 
Playback, Panggung Kepura-puraan
Ampun, Kangen Band!