Israel Negeri Rasis, Palestina Bangsa Pecah-Belah

Perang 22 hari itu telah berakhir (semoga untuk selamanya). Apa yang didapat? Banyak. Palestina (baca: Jalur Gaza) kehilangan lebih dari 1.300 warga, termasuk di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Dan, lebih dari 5.500 orang cedera, kebanyakan juga adalah perempuan dan anak-anak.

Perang tersebut lebih tepat disebut pembantaian etnis Palestina dibanding sebagai upaya menghancurkan kekuatan Hamas sampai ke akar-akarnya. Buktinya, serangan yang telah mengakibatkan kerugian material bagi Gaza senilai Rp 5 triliun itu tak mampu membungkam Hamas.

Mengklaim terbunuhnya salah satu petinggi Hamas, Nizar Rayan, dalam perang tersebut sebagai salah indikator keberhasilan? Boleh saja. Namun, Israel tentu sangat sadar bahwa Hamas bukanlah Nizar Rayan seorang.

Tampaknya, agresi bertajuk Operation Cast Lead itu memang merupakan bagian dari upaya menghabisi etnis Palestina di Tanah Air-nya. Operasi itu menjadi petunjuk yang selaras dengan cita-cita pendirian negara Israel yang ditancapkan gerakan Zionisme.

Sebagaimana diketahui bahwa Zionisme merupakan gerakan yang muncul pada abad ke-19. Tujuannya mendirikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina yang kala itu dikuasai Kekaisaran Ottoman (Khalifah Ustmaniah) Turki.

Dari tujuannya saja, Zionisme Israel yang tidak lain gerakan kaum Yahudi internasional itu sudah sangat rasis, sarat kepentingan diskriminasi ras. Bagaimana tidak dapat disebut seperti itu jika sebuah negara didirikan hanya untuk etnis atau penganut agama tertentu, dalam hal ini, Yahudi.

Yahudi, bagi para orang-orang Yahudi yang menjadi ideolog utama Zionisme, bukanlah agama, melainkan nama suatu ras. Mereka meyakini bahwa masyarakat Yahudi mewakili suatu ras tersendiri dan terpisah dari bangsa-bangsa Eropa. Karenanya, mustahil bagi orang Yahudi untuk hidup bersama mereka, sehingga bangsa Yahudi memerlukan Tanah Air tersendiri bagi mereka. Maka, dipilihlah tanah Palestina sebagai Tanah Air-nya.

Hingga saat kemunculan Zionisme di Timur Tengah, ideologi ini tidak mendatangkan apa pun selain pertikaian dan penderitaan. Dalam masa di antara dua Perang Dunia, berbagai kelompok teroris Zionis melakukan serangan berdarah terhadap masyarakat Arab dan Inggris. Pada 1948, menyusul didirikannya negara Israel, strategi perluasan wilayah Zionisme telah menyeret keseluruhan Timur Tengah ke dalam kekacauan.

Nah, bagaimana dengan Palestina? Negara dengan empat juta kelompok etnis itu di dalamnya terdapat dua faksi politik: Hamas dan Fatah. Sama-sama memperjuangkan Palestina merdeka, namun jalur yang ditempuh berbeda. Hamas meyakini bahwa melalui perjuangan bersenjatalah, kemerdekaan bangsanya dapat diraih. Sedangkan Fatah yang sebelumnya dipimpin Yasser Arafat lebih mengutamakan jalur diplomasi.

Keduanya tak pernah akur, ribut melulu. Sampai-sampai saya menganalogikannya serupa dengan barang pecah-belah. Gampang sekali pecah. Sudah berhati-hati pun, kalau yang namanya barang pecah-belah, tetap saja gampang pecah dan membelah.

Perseteruan Hamas dengan Fatah dimulai sejak 1993. Pada Agustus tahun itu, Arafat berunding dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Deklarasi Oslo dengan penarikan seluruh militer Israel dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta pengakuaan Arafat terhadap negara Israel. Hamas tidak menyetujui perjanjian itu.

Pada 2006, Hamas memenangkan pemilu dengan meraih 76 dari 132 kursi dalam pemilihan anggota parlemen Palestina. Lalu, sejak awal Februari 2007, Hamas terlibat konflik dengan kelompok Fatah akibat kekalahan kelompok Fatah di pemilu parlemen. Pertikaian itu merupakan yang paling berdarah selama pertikaian terjadi.

Fatah dinilai Hamas terlalu kompromis dengan Israel dan disebut-sebut disokong Amerika Serikat. Fatah, di mata Hamas, telah dan selalu melakukan perundingan yang sia-sia dengan Israel. Sebaliknya, Fatah pun tidak akan mendukung Hamas karena pada sisi lain, Barat dan para donor memboikot mereka lantaran dianggap kelompok teroris. Lengkap sudah.

Persatuan negara-negara Arab untuk membantu perjuangan rakyat Palestina tentu tidak kecil artinya. Tapi, itu perkara kedua, ketiga atau keduapuluhtujuh. Urusan pertama yang harus diselesaikan Palestina adalah persatuan mereka sendiri. Bagaimana orang lain mau membantu kalau kerjaannya ribut melulu. Mengusir Israel dari tanahnya itu ”pekerjaan sambilan” setelah semua padu dalam satu kekuatan utuh.

Hamas, selain disebut kelompok militan, juga terlalu keras kepala dan antikompromi. Kekeraskepalaan itu dapat dilihat beberapa saat setelah Israel mengumumkan gencatan senjata (sepihak) di Gaza setelah agresi 22 hari tersebut. Sudah tahu bahwa lebih dari 1.300 rakyat Gaza tewas dan infrastrukturnya luluh lantak, masih saja menantang Israel.

Hamas sangat tahu bahwa rakyatnya begitu membutuhkan bantuan makanan dan obat-obatan, tapi masih saja menolak gencatan senjata—meski beberapa hari kemudian diterima juga. Gencatan senjata yang dilakukan Israel memang tetap tak menguntungkan Hamas, tapi mbok ya dipikirkan juga nasib 1 juta lebih rakyat Gaza yang masih hidup itu.

21 Response to "Israel Negeri Rasis, Palestina Bangsa Pecah-Belah"

Anonim mengatakan...

perang terbukti tak berguna ya mas! tak ada faedahnya. damai yuk damai!!

~Srex~ mengatakan...

Kedua pihak yang berseteru tersebut sebenarnya sama2 mewarisi rasa curiga yang berlebihan satu sama lain....jadi kalo boleh aku katakan Israel dan Palestina sama2 PARANOID, Obsesi Israel dg zionisme dan Hamas dg pergerakannya menentang zionisme sama2 di rayakan dan dihidangkan dalam bentuk teror, intrik2 dan pesta pora pertempuran.....
Buat mereka ini menyenangkan! dan mereka tau bahwa tujuan mereka masing2 gak akan pernah berhasil secara absolut...
jadi mereka sewaktu-waktu akan mengulangi lagi pesta pora peperangan tsb...cuma mungkin dalam bentuk yang berbeda.... tergantung dana dan tamu2 yang mau diundang/bersedia datang....kalo mau dapet "amplop" banyak...ya pesta nya harus besar! dan tamu yang diundang harus yg kaya2 !!!!!!

Anonim mengatakan...

Saya pikir.., Mesir mendapatkan tanah yang direbut oleh Israel dengan jalur diplomasi. Begitu juga dengan sebagian dataran tinggi Golan..juga diserahkan ke Yordania dengan jalur diplomasi. Lalu jalur Gaza dan Tepi Barat? itu juga buah diplomasi Abu Yasser Arafat.

Apa yang dirintis oleh jalur diplomasi dirusak oleh segelintir pemimpin Hamas yang menganggap perang bisa menyelesaikan persoalan. Anak-anak dan perempuan dijadikan tameng hidup untuk aksi pengecutnya tatkala puluhan roket Israel membalas aksi kiriman rudal Hamas.

Hamas disokong oleh jalur "gelap" bangsa Arab yang kalah dan malu pada peperangan 6 hari pada 1976. Maka perjuangan Hamas dan Hezbollah di Libanon dianggap reprentasi perjuangan Arab untuk menutupi kekalahan itu.

Dampaknya kita rasakan sekarang ini. Kasihan anak-anak dan perempuan menjadi korban kebrutalan Israel.

Cuma anehnya..., Bangsa Arab dan Yahudi yang perang..kita semua kebakaran jenggot. He he he

Lam kenal juga.

kw mengatakan...

egois mereka semua...

Anonim mengatakan...

berkunjung.. salam kenal...

israel mang dah gak heran boss..

Anonim mengatakan...

kalo saya melihat selama ini gencatan senjata yang ada selalu menguntungkan pihak zionis mungkin ini perlu kita garis bawahi, kita bisa lihat dimedia begitu pintarnya zionis dalam meutar balikkan fakta dan harapan mereka adalah agar Hamas bisa masuk dalam kategori Teroris...

kalo kta baca kitab talmud yang jadi kitabnya Zionis maka kita tahu kenapa zionis seperti itu, dan wajar kelompok pejuang Islam melakukan perlawanan

Anonim mengatakan...

emangnya di palestina itu ada apa aja sih ??

Anonim mengatakan...

kita harus hidup apa adanya kawan
dan ikuti kata hati, sama halnya aku comment ke blogmu ini :)

Diana Yusuf mengatakan...

peace love and respect kayaknya kata kata itu yang layak untuk kehidupan yah kang

masichang mengatakan...

mereka dibantai oleh sistem NAZI yang rasialis. apalagi yg bisa diharapkan?

seperti Indonesia yang dijajah belanda maka hukumnya juga berkiblat pada belanda. iya ngga pak?

Anonim mengatakan...

dari jaman nabi Musa memang bangsa yahudi sudah punya watak mengingkari jadi ya sulit udah bawaan orok suka bikin masalah.

Fei mengatakan...

cuma satu hal
tak satu pun yang punya HATI NURANI

Anonim mengatakan...

mantep banget kopinya, kesukaanku nich kopi jamaica, secangkir pake porselen dan yang penting jok-jok-annya tersedia kimplah-kimplah...

bagaimanapun hamas, saya masih salut, dan tanpa pertolongan Allah Ta'alla 22 hari kemarin itu korban pasti lebih dari itu, melihat serangan dari israel yang tidak berhenti dan ledakan yang bisa meluluhlantakan beberapa blok di kota gaza, kalo lihat di foto kan ada itu yang ledakanya kira2 10 kali lebih besarnya gedung-gedung bertingkat... edan banget..

dan saya lihat israel juga tidak peduli dengan warga sipil, yang malah sebagai bahan stereotype bagi hamas, siapa pertama kali yang mengatakan "human shield", hamas nggak sampe tuh berpikir sampe kesana... edan maneh... dan kita pun juga secara tidak sadar mengamini stereotype itu... astagfirulloh...

jika saya terjebak dalam dialektik fatah - hamas, ketika tanah tumpah darahku diluluh lantakkan seperti itu, tiada kata lain selain "right or wrong is my country, sedumuk bathuk senyari bumi, rawe-rawe rantas malang-malang putung", maka...

saya juga memahami kenapa hamas saat ini cenderung menjadi ideologi, dan mengapa para sipil itu tidak melarikan diri, rela berada di bawah hujan fosfor putih dan geliat nuklir israel yang ternyata ompong...

gleg, gleg, gleg... tanpa terasa secangkir kopi nikmat ini habis..., aku bawa termos kosong ini mas, kopimu tak bawa pulang ya...
wekeke... tamu ora sopan tenan ki...

Anonim mengatakan...

aduuuuh kumaha ya ini hamas ama fatah. mbokya bersatu dulu, baru ngelawan israel. lagian, udah susah payah si fatah berdiplomasi, dirusak lagi deh...mbokya pikiran itu anak2x and perempuan yg jd korban.

mudah mudahan berakhir buat selamanya dah itu perang

Anonim mengatakan...

hamas, dialah pemilik jiwa-jiwa mujahid yang masih tersisa di muka bumi ini

fatah: cermin hati yang takut, dan tidak percaya pada kemampuan diri.

jika mereka bertikai, israel senang pastinya

Anonim mengatakan...

the chosen people menemukan sekutunya white burden mission....; entah sampai kapan Mas...

trijatapatricia mengatakan...

tidak ada yang lebih baik selain perdamaian. dalam setiap perang ego lah yang bermain, jadi wajar jika kedua belah pihak bisa dianggap sama sama jahat, walaupun lain berlainan modus kejahatanya !

he..he....hayooo coment baliknya mana ?

Anonim mengatakan...

mudah-mudahan gencatan senjata yg skrg terjadi menjadi lebih permanen lagi. Apa gak capek tuh perang terus?!

Nyante Aza Lae mengatakan...

itulah yang harus kita ambil hikmahnya

Anonim mengatakan...

Pengakuan terhadap Hamas harus dibayar mahal oleh rakyat Palestina. Selain itu Hamas sngat licik dan tidak gentelman... mereka bersembunyi di rumah-rumah penduduk, sekolah-sekolah bahkan rumah sakit untuk mempersiapkan penyerangan terhadap Israel...

Namun peperang ini juga sangat disesalkan oleh rakyat Israel. Mereka seperti kita saja, sebagai ibu/ortu mereka tidak rela anak-anak mereka wajib terjun di tanah peperangan ... Merekapun sangat ketakutan jika sekolah anak-anak mereka kejatuhan bom...

Yang terbaik adalah bagaimana kedua negara itu menciptakan kedamaian bagi kedua rakyat mereka... Tidak perlu terlalu egois dengan mengorbankan anak cucu kita...

Anonim mengatakan...

+perdamaian..perdamaian ......perdamaian .........perdamaian.................banyak yg cinta damai tapi perang smakin ramai ....banyak yg cinta damai tapi perang smakin ramaibingung ....bingung.q memikirnya ......bingung...bingung q memikirnya.............ku buat senjata biaya berjuta juta................... banyak gedung kau dirikan kemudian kau hancurkan bingung .bingung q memikirnya....bingung ,,,,,,,,,,bingung q memikirnya................

Posting Komentar