Merah Putih, Dhani “Dewa 19” dan “Si Ahli Bersaksi”

Pentolan grup musik Dewa 19, Ahmad Dhani, dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Pakar Telematika, Roy Suryo. Dhani dituduh melakukan pelecehan terhadap bendera Merah Putih. Karena dalam video klip hits terbarunya berjudul Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia, Dhani menampilkan bendera Merah Putih yang bagian tengahnya ditempeli logo Dewa 19.

Kabar itu sudah cukup lama saya terima. Tapi, baru kemarin saya sadar bahwa kasus tersebut adalah masalah. Masalahnya, bukan lantaran Dhani dan Roy berurusan dengan hukum, melainkan perkaranya menyangkut lambang negara. Ya. Merah Putih itu memang lambang negara Indonesia. Bagi warga negara Indonesia, haruslah menghormatinya.

Namun, apakah hal yang terjadi pada video klip grup papan atas itu termasuk pelecehan terhadap Merah Putih? Benarkah si pembuat video klip itu bermaksud melecehkan Sang Saka? Meski tolok ukurnya sangat subyektif, tapi dapatlah kita mengira-kira saja.

Dhani bisa saja berkilah bahwa kain sebesar dan selebar seperti yang ada di video klipnya itu bukanlah bendera Merah Putih, melainkan hanya backdrop sebagai ‘pemanis’ gambar. Sementara, di lain pihak, Roy menganggap bahwa bentangan kain itu nyata-nyata membentuk “merah putih” yang memang mirip bendera Indonesia. Bedanya, pada bagian tengahnya terdapat logo Dewa 19.

Jika memang tingkah Dhani dianggap melecehkan Merah Putih, maka ia bisa disamakan dengan gerakan separatis macam Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tapi, rasanya, sangat berlebihan bila disebut begitu. Sebab, dalam lirik lagu terbarunya itu, tak ada satu pun kata atau kalimat yang mengarah pada pelecehan terhadap negara atau Merah Putih. Semangat yang muncul justru merupakan ekspresi kekaguman dan kebanggaan pada Tanah Air, meski dikemas melalui ekspresi kekaguman pada seorang perempuan.

“Merah darahku bulat tekadku. Setelah aku tatap wajahmu. Berkobar seluruh jiwa dan ragaku. Untuk perjuangkan cinta yang kuyakini. Putih tulangku semangat cintaku. Setelah aku raba tanganmu. Rasakan kulitmu yang selembut salju. Serentak bergelora darah mudaku. Kamu adalah perempuan paling cantik. Di negeriku Indonesia kamulah yang nomor satu. Aku tak akan bisa sukai lagi perempuan yang lainnya.” Begitulah petikan lirik lagu Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia itu.

Lagipula, sepanjang sepengetahuan saya, Dhani tak pernah terlibat dalam gerakan pemberontakan terhadap Republik ini. Ia hanyalah seorang musikus namun jenius yang seolah tangannya selalu gatal jika tak berkarya. Selain itu, ia juga seorang pengagum Proklamator yang juga salah satu pendiri Republik ini, Soekarno. Kalau tidak salah, dahulu, Dhani selalu mencantumkan ucapan terima kasih pada Bung Karno dalam beberapa sampul albumnya.

Tak hanya itu. Ia juga pernah menciptakan beberapa lagu bernada kritik terhadap kebobrokan perilaku para penyelenggara negara, terutama dalam album Ideologi Sikap Otak pada Ahmad Band—grup musik yang didirikannya beberapa saat setelah Dewa 19 mengalami masalah internal. Setidaknya, ada dua lagu dalam album itu yang bisa disebut ekspresi kekecewaan Dhani atas sejumlah permasalahan di negeri ini: Distorsi dan Interupsi.

Dhani sendiri tegas mengatakan bahwa dirinya tak bermaksud menghina Merah Putih. "Saya tegaskan, saya tidak pernah berniat menghina Merah Putih. Justru dalam lagu itu, Dewa 19 ingin menunjukkan rasa nasionalisme," ungkapnya usai menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta.

Meski demikian, tak cukup mengukur laku Dhani yang dituduhkan Roy itu hanya dari segi maksud dan rekam jejaknya dalam dunia musik. Ia juga harus ditinjau dari sisi hukum: apakah menurut hukum, perbuatannya itu bisa dikategorikan sebuah pelanggaran. Namun, sayangnya, produk hukum yang mengatur tentang Merah Putih itu tak ada penjelasannya jika dikaitkan pada masalah Dhani. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia mengatur tentang ukuran dan penggunaan Merah Putih. Tapi, “merah putih” yang dipakai Dhani yang berukuran panjang 6,80 meter dan lebar 4,73 meter itu, tampaknya tak dapat disebut sebagai bendera Merah Putih.

Disebutkan beberapa pada PP itu dalam Bab I Pasal 2: “Bendera Kebangsaan yang dikibarkan: a) pada rumah-rumah jabatan atau di halaman rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang setingkat dengan ini dan b) pada gedung-gedung atau di halaman gedung-gedung Kabinet Presiden, Kabinet Perdana Menteri, Kementerian, Dewan Perwakilan Rakyat, Konstituante dan Dewan Nasional, Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung, Dewan Pengawas Keuangan; dibuat daripada kain yang kuat dan tidak luntur dan berukuran dua meter lebar dan tiga meter panjang.”

Bab III Pasal 2 Ayat (3) dijelaskan: “Bendera Kebangsaan…, misalnya, tidak boleh: a) dipakai sebagai langit-langit, atap, pembungkus barang, tutup barang, reklame perdagangan dengan cara apa pun juga; b) digambar, dicetak atau disulam pada barang-barang yang pemakaiannya mengandung kurang penghormatan terhadap Bendera Kebangsaan. (4) Pada Bendera Kebangsaan tidak boleh ditaruh lencana, huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain.”

Dhani bisa saja dijerat sesuai pasal 2 Ayat (3) dan (4) itu. Namun, harus dilihat pula ukuran “merah putih” yang dapat disebut sebagai Bendera Kebangsaan. Selain itu, Polisi juga harus benar-benar memastikan bahwa yang dilakukan Dhani pada “Merah Putih” tersebut bermaksud melecehkan atau tidak. Sebab, tentang hal itu diatur pula dalam PP Nomor 40 Tahun 1958.

Hingga kini, Polisi pun tampaknya belum menemukan celah untuk menjerat Dhani. Namun, pemeriksaan memanglah harus dilakukan karena begitulah tugas aparat penegak hukum jika mendapat laporan dari warga masyarakat. Jika pun Polisi berhasil menjerat Dhani, maka akibatnya tak sedikit. Setidaknya, rakyat di negeri ini akan lebih berhati-hati menggunakan Merah Putih. Bahkan, bisa saja malah takut karena tak mau berurusan dengan hukum. Atau, yang berani menggunakannya hanyalah kantor-kantor lembaga pemerintah karena bentuk, ukuran dan penggunaannya yang paling jelas diatur dalam PP adalah hal itu.

Nah, bagaimana dengan Roy? Pria yang juga dikenal sebagai “saksi ahli” dalam urusan teknologi informasi itu tampaknya harus berpikir lebih keras daripada polisi agar tuntutannya terkabulkan dan berhasil menjebloskan Dhani ke penjara. Sebab, sepertinya tak ada pasal yang dapat disangkakan pada Dhani. Jika ia tak berhasil, maka julukan “saksi ahli” padanya patut diganti menjadi “ahli bersaksi”.

6 Response to "Merah Putih, Dhani “Dewa 19” dan “Si Ahli Bersaksi”"

Anonim mengatakan...

bendera negara kan gak harus jadi sesuatu yang sifatnya haram dan halal ... kurang kerjaan banget itu si Roy Suryo

Anonim mengatakan...

saya sih gak suka dg dhani dewa, tapi soal tuduhan penghinaan merah putih itu kepadanya sepertinya berlebihan. lagian yg ribut cuma roy suryo kan

btw saya baru tau kalo soal bendera kebangsaan ini aturannya cukup detail

Anonim mengatakan...

daasar Roy...selalu bikin sensasi yang aneh-aneh,
si Dhani juga gitu..semua selalu bikin sensasi yang gag jelas..huffh

Anonim mengatakan...

beeeuhh...
"pemanis" gitu kan?? gula kali.

Eh bukannya itu kreativitas? emang salah ya? kalo soal Roy saya gak komen deh. Roy kan layouter di tempat kerja saya hahaha..

piss

Unknown mengatakan...

kalo dengan begitu bisa membangkitkan jiwa nasionalisme knp enggak??
madonna ajah pake bikini dengan motif bendera Amerika...
hehehhe

astrid savitri mengatakan...

Saya jd mbayangin si Dhani nantinya berkilah; ah..maksud saya kan bendera Monaco bukan bendera Indonesia, hehe..
Jd ingat pengalaman seorg kawan yg bertandang ke Monaco dan mencoba menyambangi satu kasino utk lihat2, kesan pertamanya; wah..kayak lagi tujuh belasan, bendera merah putih-nya banyak :)

ps; Saya gak suka roy suryo, apalagi dhani..biar aja deh pada berantem.

Posting Komentar